Minggu, Mei 02, 2010

KOMPLEKS CANDI MUARA TAKUS

Pendahuluan
Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia yang tercinta ini telah mengalami zaman emas kejayaannya sebanyak 3 zaman yaitu:
- Kerajaan Sriwijaya yang merupakan negara kesatuan Indonesia I.
- Kerajaan Majapahit sebagai negara kesatuan Indonesia II.
- Negara Republik Indonesia sekarang sebagai negara kesatuan III.
Dunia mengakui kehebatan, kejayaan Sriwijaya dan Majapahit yang merupakan negara maritim terbesar dan disegani. Akhir-akhir ini banyak para peneliti dan ahli sejarah berbagai negara terus menggali dimana sebetulnya pusat kerajaan Sriwijaya dan Majapahit itu. Untuk menetapkan kerajaan Majapahit, para ahli sepakat bahwa pusatnya di Pulau Jawa (Jawa Timur). Tetapi untuk menentukan pusat pemerintahan Sriwijaya para ahli banyak berbeda pendapat. Orang Tailand mengatakan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada di Siam (Pattani-Pattaya) Thailand selatan. Orang Vietnam mengatakan pusat kerajaan Sriwijaya berada di Teluk Tonkin, dan diantara sejarawan Malaysia ada pula berbeda pendapat bahwa pusat kerajaan Sriwijaya kemungkinan berada di Kedah. Sedangkan diantara peneliti Birma mengatakan pula pusat kerajaan Sriwijaya berada di Yangoon. Mereka saling adu pendapat, saling adu argumen sambil saling unjuk bukti, tapi bukti yang terkuat mereka temukan hanya berupa Menhir, punden berundak-undak. prasasti, arca atau artefak lainnya, tidak ada bukti kuat dan itu, termasuk bukti yang mengatakan Palembang atau Jambi sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Semua asumsi tersebut patut kita ragukan dan kita pertanyakan.
Buku sejarah kita telah terlanjur megatakan itu dan lebih parah lagi kita disini generasi Kampar atau Riau telah terlanjur aminkannya panjang-panjang. Ibarat pepatah ”Jalan lah dilalui dek ughang lalu, cupak diamboik dek panggaleh, cako dijual dek si mondo.” Dan kita sekarang kehilangan jejak untuk menemukan jati diri kita ?.Kenapa harus orang lain yang harus menentukan jati diri kita?. Kalau demikian bagaimana dengan posisi Candi Muara Takus yang terletak di Kabupaten Kampar Propinsi Riau? Saksi bisu ini sebagai bukti sejarah yang paling kuat dibandingkan bukti lainnya sebagai pusat pemerintahan Sriwijaya masa silam?.
Secara logika mungkin artifak, menhir, Area, Batu bertulis lebih kuat kedudukannya sebagai alat bukti untuk membuktikan pusat pemerintahan dibandingkan Candi (Candi Muara Takus). Menurut peneliti para ahli, candi Muara Takus adalah candi yang tertua terbuat dari tanah liat dan tanah pasir, sementara candi yang ada di Jawa terbuat dari batu (diambil dari pegunungan). Bahan pembuatan candi diambil dan desa Pongkai lebih kurang 6 km dan Candi. Nama Pongkai berasal dari Cina “Pong” berati lobang dan "Kai" herarti tanah. Maksudnya lubang tanah yang diakibatkan oleh penggalian untuk pembuatan candi Muara Takus tersebut. Bekas lubang galian sekarang tidak dapat kita temukan lagi karena sudah tenggelam oleh genangan waduk PLTA Koto Panjang. Kata Muara Takus berasal dan nama sebuah anak sungai kecil yang bernama Takui (Takus) yang bermuara di Sungai Kampar. Pendapat lain mengatakan “takus” berasal di bahasa Cina (Takuse yang artinya Ta = besar, ku = tua dan Se = candi. Jadi artinya candi besar tua yang terletak di muara sungai).

KOMPLEKS CANDI MUARA TAKUS
Kompleks Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan Koto Kumpar 13, Kabupaten Bangkinang, Riau, sekitar 130 km arah barat dari Pekanbaru, ibu kota Riau. Kawasan candi ini berada di kaki bukit di dekat di dekat Sungai Kampat Atas , yang juga merupakan batas alam antara Riau dan Provinsi Sumatra Barat, hanya sekitar 26 km dari jalan utama Pekanbaru-Bukittinggi. Dahulunya, kawasan ini dikenal dengan nama Sijangkang, dan kemudian berubah menjadi Takus, yaitu nama sebuah sungai yang bermuara ke Sungai Kampar. Para ahli berasumsi bahwa nama Takus berasal dari bahasa China yaitu Ta-ku-se, yang berarti candi kuno. Belum terdapat data-data yang asli mengenai masa dibangunnya Kompleks Candi Muara Takus. Berdasarkan penelitian pada tahun 1935,1936, dan 1938, Dr. FM Schnitger di dalam bukunya yang berjudul Forgotten Kingdoms in Sumatra, menyatakan bahwa Kompleks Candi Muara Takus didirikan pada abad 11-12 M. Tetapi para ahli lainnya menyatakan, bahwa tenpat pemujaan penganut agama Buddha Mahayana ini dibangun oleh kerajaan Sriwijaya sekitar tahun 900-1000 M. Bernett Kempers di dalam bukunya Ancient Indonesian Art memperkirakan bahwa candi ini di bangun pada periode Klasik Jawa Tengah. Yaitu sekitar abad 11-12 M atau 12-14 M. sementara itu, J.C. Moens di dalam bukunya yang berjudul Crivijaya, Java en Kataha menyatakan bahwa Muara Takus adalah pusat dari kerajaan Sriwijaya. Jika di bangun pada awal berdirinya Kerajaan Sriwijaya, maka diperkirakan masanya adalah sekitar abad 7 M.
Bangunan utama di kompleks candi ini adalah sebuah setupa yang besar dengan sebuah bentukan menara, yang sebagian besar terbuat dari batu bata berukuran 20 x 30 cm, dan sebagian kecil batu pasir kuning. Bentuk arsitektur setupa ini berbeda dengan bangunan-bangunan setupa lain yang ada di Indonesia. Kompleks Candi Muara Takus me-miliki pagar keliling berdenah bujur sangkar dengan ukuran 74 x 74 m, serta terdiri atas 6 bangunan Candi, 4 bangunan diantaranya masih utuh, dan 2 bangunan lain yang tersisa hanya tinggal reruntuhan pondasinya saja.

CANDI MAHLIGAI
Arsitektur bangunan stupa di candi ini tidak pernah diketemukan di Sumatera, Jawa, atau di tempat lain di Indonesia. Beberapa Arkeolog mengasumsikan bahwa bentuk candi ini memiliki kesamaan bentuk dengan Stupa Budha di Myanmar, Stupa Vilagaam, Sri Lanka atau Stupa kuno di India pada masa periode Ashoka, yaitu Stupa yang memiliki ornamen sebuah roda dan kepala singa, hampir sama dengan arca yang diketemukan di dalam stupa. Stupa Mahligai memiliki alas atau pondasi berdenah persegi panjang dan berukuran 9,44 m x 10,6 m, serta memiliki 28 sisi yang mengelilingi alas candi. Pada bagian alas tersebut terdapat ornamentasi lotus ganda, dan dibagian tengahnya berdiri bangunan menara silindrik dengan 36 sisi berbentuk kelopak bunga pada bagian dasarnya. Dahulunya, pada keempat sudut pondasi terdapat arca singa dalam posisi terduduk yang terbuat dari batu andesit.

CANDI SULUNG ( CANDI TUA )
Candi sulung merupakan candi terbesar diantara bangunan-bangunan lainnya di kompleks candi muara takus ini. Sulung yang mempunyai arti tua, di dalam bahasa Melayu berarti paling tua atau tertua. Candi ini juga terbuat dari batu bata, dan masih di restorasi. Ukuran pondasi bangunan candi ini adalah 31,65 x 20,20 m. pada sisi timur dan barat terdapat pintu masuk yang memiliki dekorasi arca berbentuk Singa. Pondasi candi ini memiliki 36 sisi yang mengelilingi bagian dasar.


CANDI BUNGSU

Berada di sebelah barat dari stupa Mahligai berdirilah bangunan candi yang diberi nama Candi Bungsu ( di dalam bahasa Melayu bungsu mempunyai arti yang termuda ). Bagian pondasi bagunan ini memiliki 20 sisi, dengan sebuah bidang di atasnya. Pada bidang tersebut terdapat teratrai dan di pada bagian dalam bidang tersebut, dahulunya terdapat relung yang berisikan tanah dan abu. Dahulunya pada relung tersebut diketemukan 3 lempeng emas dan sebuah lempeng logam yang berhiaskan gambar Vajra.


CANDI PALANGKA
Candi palangka terletak di sisi timur Stupa Mahligai dengan ukuran tubuh candi 5,10x 5,7 m. sama seperti candi lainnya yang terdapat pada Kompleks candi Muara Takus, candi ini juga terbuat dari batu bata, candi ini mempunyai pintu masuk yang menghadap arah utara. Disamping semua candi yang telah disebut pada kompleks candi ini, juga terdapat dua reruntuhan bangunan, yang hanya tinggal bagian pondasi bangunanya saja. Pada reruntuhan sisi timur Candi Sulung memiliki pondasi berbentuk persegi bnyak yang berukuran 13,2 x 16,2 m, sedangkan pada bagian sisi selatan Candi Sulung memiliki pondasi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 5,75 x 5,75 m.

Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian untuk menggali jejak-jejak sejarah untuk membuktikan bahwa Muara Takus adalah sebagai pusat kerajaan Sriwijaya masa lalu.
1. Menghimpun data-data melalui informasi-informasi peserta seminar yang dapat memperkuat asumsi kita melengkapi data-data yang ada tentang kerajaan Sriwijaya masa lalu.
2. Mengsosialisasikan dan berusaha memberikan masukan guna meluruskan kembali sejarah yang tidak/kurang tepat yang telah merugikan kita masyarakat Riau.
3. Memotivasi dan membangkitkan rasa percaya diri Riau, Kampar khususnya tentang kebesaran dan kejayaan nenek moyang dahulu kala, yang dapat menjadi cambuk dan pemicu semangat dalam membangun negeri.
4. Menanamkan kesadaran dan kecintaan terhadap benda-benda peninggalan sejarah
dan berusaha untuk melestarikan demi untuk kepentingan bersama.

Hasil Penelitian
Tokoh-tokoh peneliti yang menulis dan melakukan ekspedisi ke Muara Takus seperti dijelaskan di atas, banyak pendapat dan argumen yang menyatakan tentang pusat kerajaan Sriwijaya, dengan mengemukakan berbagai pendapat dan bukti-bukti. Tetapi semua bukti tersebut kurang kuat dan dimentahkan dengan adanya Candi Muara Takus sebagai bukti yang paling konkrit, karena bangunan Candi merupakan tanda pusat Pemerintahan, Kedatuan/Kerajaan.Diantara para ahli sejarah, peneliti, arkeolog yang pernah datang ke Muara Takus adalah sebagai berikut:

1. Cornet de Groot

Beliau telah menemukan dan menulis pertama kali Candi Muara Takus tahun 1860. Hasil temuan itu dituangkan dalam tulisan berjudul “Koto Candi" tulisan tersebut dimuat dalam Tijdscrift voor Indische toal, Ian en Volkenkunde (Depdikbud, 1992)

2. G. Du Ru Van Bet Ilolle

Dalam tulisannya “Bcchrijving van IL’ Hidoe Cudheden de Moeara Takoes" artinya lukisan bangunan purbakala dan zaman Hindu di Muara Takus. Disamping itu tulisan dimuat dalam Tijdshrifl vuni’ Indhische toal, Land en Volkenkunde. Melalui tulisan itu Muara Takus banyak menarik perhatian para ahli. C‘ornet De Groot dan G Du Ruay dalam tulisannya sangat mengagumi arsitektur Candi Muara Takus dan mengungkapkan Candi Muara Takus sebagai pemerintahan yang pernah di masa lalu.

3. WI. Groencvcld
Pada tahun 1880 peneliti dari Belanda lainnya bernama WI. Groencvcld mengadakan penelitian terhadap gugusan candi Muara Takus. Hasil penelitian ini memberikan aspirasi bagi peneliti lainnya.

4. R.D.M Verbeck dan E TH. Van Delden

Berdasarkan tulisan W.P. Groencvcld, pada tahun 1880 Verbeck dan Van Delden mengungkapkan bahwa bangunan purbakala itu adalah bangunan Budha yang terdiri dan biara dan beberapa candi. Dalam ekspedisinya Verheck dan Van Delden membuat jalan dari Payakumbuh ke Muara Takus di sebelah barat sungai Kampar. Verbeck dan Van Delden tahun 1881 menulis tentang candi Muara Takus dengan judul “De Hindoe Ruincn bij Moeara Takoes ann de Kampar rivier". Yang dimuat dalam “ Verhande lingen van hat bat, Genootsehap", dalam media tersebut ditampilkan Gambar oleh W.P Groeneveld. Lukisan gambar yang dimuat dalam buku tersebut dikerjakan oleh ‘I’ll. Al”. Defprat (Ir. Pertambangan) dan opziter (sinder) HL. Leijdie Melville. Disamping candi Muara Takus, mereka juga menemukan tembok-tembok yang mengelilingi candi Muara Takus.

5. J. W. Yzerman 1889

Melakukan ekspedisi dan melakukan pengukuran candi Muara Takus. Beliau dibantu oleh Jr. TH. AF. Delparat dan HI. Leijdie Melville yang juga bertugas sebagai juru foto. Ekspedisi dibantu oleh konteler 3. Van Zon di Payakumbuh untuk mengangkut beban sampai ke Muara Takus. Perjalanan tim ekspedisi ini tidak menempuh jalan terdahulu. Perjalanan ke Muara Takus sangatlah sulit karena melalui medan yang amat berat dan penuh rintangan (bukit, lembah, sungai dan hutan lebat). Perjalanan dari Kota Baru ke Batu Bersurat dengan menggunakan kuda beban. Yang penting untuk dicatat adalah .J. W. Yzerman juga melukis dalam bukunya dibagian hilir Sungai Kampar terdapat bangunan Purbakala yang diantaranya ada di daerah Bangkinang, Muara Mahat dan Durian Tinggi. Di Daerah Bangkinang bangunan tua berupa candi tersebut diperkirakan para ahli di daerah Limo Koto, pendapat ini juga pernah disampaikan oleh Ahayu Hamka sewaktu diadakan ceramah dengan tokoh masyarakat ulama Kouk. Sampai sekarang bangunan kuno (candi belum lagi ditemukan, dan ini merupakan tugas kita mengkaji, meneliti serta melacaknya. Dalam ekspedisinya J.W. Yzerman dan Ir. TH.I) clprat melakukan pengukuran areal gugusan candi dan membuat sketsa desa Muara Takus. Icuaii menulis sebagai berikut: Muara Takus terletak pada belokan sungai Kampar Kanan, areal mencapai lebih kurang 1.25 Km persegi. Dibagian tengah terdapat jalan setapak dan Muara Mahat ke desa Tanjung. Di dekat jalan tersebut terdapat puing-puing bangunan lama. Selanjutnya beliau mengatakan “Gugusan candi Muara Takus dilingkari oleh dinding tembok empat persegi panjang dengan ukuran 74 x 74 meter persegi. Bahan bangunan dan batu pasir (tuff) dengan ketinggian lebih kurang 1 meter potongan batu itu semulanya mereka duga terbuat dan tanah, tapi setelah dikupas/dipatahkan ternyata terbuat dan hanya pasir putih yang disusun dengan rapi. Pada bagian tengah lapangan terdapat tumpukan batu, selain itu, didapati juga kayu bekas bangunan Biksu dan untuk keperluan lainnya. Team ekspedisi menjumpai kompleks Candi Muara Takus berupa:
- Stupa (Candi Mahligai)
- Teras tinggi di sebelah timur Stupa (candi Palangka)
- Candi Mahligai Bungsu dengan tuas yang terdapat hatas antara batu bata dan batu pasir Candi Tua/Tuo.
Yzerman juga mengatakan dalam tulisannya : bagian puncak menara terdapat batu dengan lukisan daun oval dan relief—relief sekelilingnya. Sekarang ini kita tidak dapat melihat bentuk ukiran dan relief seperti yang diceritakan oleh Yzerman tersebut. Stupa (candi Mahligai) merupakan bangunan yang masih dianggap baik. Sehingga dapat digambarkan menurut keadaan yang sebenarnya, namun ada bagian-hagian yang telah rusak/runtuh. Ukuran bata yang dipakai membangun candi adalah bervariasi. Panjang antara 23 sampai 26 cm, lebar 14 sampai dengan 15,5 cm dan tebalnya 3,5 cm sampai 4,5 cm.

6. DR. F. M. Schnitger

Pada tahun 1935, DR. FM Snitger melakukan penelitian/melakukan penggalian terhadap pondasi dan pintu gerbang, dinding sebelah utara, pondasi bangunan 1, pondasi bangunan 11 dan candi Tua. Pada Candi Bungsu yang terdapat di sebelah barat candi Mahligai pernah ditemukan batu bata yang berbentuk Lotus. Didalamnya terdapat ahu dan lempengan emas tersebut terdapat gambar tn stila dan tulisan yang berbentuk huruf Nagari ( Schnitger 1936,11).
Selanjutnya Schnitger mengatakan bahwa candi Bungsu, Candi Tua, candi Palangka, bangunan I, Bangunan II berasal dari abad XI, sedangkan candi Mahligai dan candi Tua diperkirakan direkrontruksi kembali pada abad ke XII. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa bagian puncak candi Mahligai dihiasi dengan 4 ekor area singa pada tiap-tiap sudutnya. Demikian pula bagian teras Candi Bungsu terdapat diatasnya 20 buah stupa kecil dan wajra-wajra yang bertuliskan 3 atau 9 huruf. Berdasarkan penelitiannya Schnitger berpendapat bahwa gugusan candi Muara Takus berasal dari abad ke XI dan XII.


7. N.J. Krom
Berdasarkan data yang ada serta pengamatan yang dilakukan terhadap gugusan candi Muara Takus N.J. Krorn memperkirakan bangunan kuno candi in berasal dari abad ke VII masehi sejaman dengan prasasti Viengsa di Cina ( Bosch :930.149) Seiring dengan perkiraan N.J. Krom mengenai usia candi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bangunan ini dibangun semasa kerajaan Sriwijaya.

8. Ir. J.L Moens (1937)
Setelah meneliti dan melihat fakta yang ditemukan, Ir.JL. Moens menyimpulkan bahwa pusat kedatuan Sriwijaya berada di gugusan Candi Muara Takus. Karena Muara Takus dekat dengan pertemuan dua sungai Sungai Kampar dan Batang Mahat. Dan bayang-bayang di cakrawala yang tidak panjang dan pendek pada pertengahan bulan delapan. Disini pada waktu tengah hari bayang-bayang orang sama sekali tidak ada. Ini adalah sebagai tanda. Daerah ini berada pada garis Khatulistiwa. Pendapat JL. Moens ini herdasarkan karya tulis Itsing (671 M) seorang pelaut Cina yatig pernah belayar dan singgah menuntut ilmu (Budha) di Ibukota Sriwijaya.

9. Bosch

Dari sekian banyak pendapat yang dikemukakan para ahli sejarah tentang kerajaan Sriwijaya, Bosch adalah salah seorang tokoh yang menentang keberatannya bahwa Palembang sebagai pusat kedaluan Sriwijaya, pendapat yang sama juga disampaikan JL. Moens yang menyatakan ketidaksetujuannya Palembang sehagai pusat Kerajaan Sriwijaya.

10. Pusat Penelitian dan Peninggalan Purbakala Nasional
Pusat Penelitian dan Peninggalan Purbakala Nasional dan bidang permusiuman sejarah dan kebudayaan Kanwil Depdikbud Propinsi Riau mengadakan penelitian terhadap gugusan candi Muara Takus pada tahun 1977. Penelitian itu menyimpulkan bahwa bangunan ini adalah bangunan suci umat agama Budha yang diperkirakan mempunyai kaitan erat dengan kedatuan Sriwijaya.


11. I-Tsing (671 M)

Seorang pelaut Cina yang terkenal bernama I—Tsing melakukan perjalanan dari Cina menuju India pada tahun 671 Masehi (abad VII). Disamping berlayar tujuan perjalanannya adalah untuk belajar agama Budha. Disini selama 6 bulandalam perjalannnya itu ia pernah singgah di Muara Takus untuk belajar aganma Budha pada seorang guru besar agama Budha di Sriwijaya, selama disini I-Tsing berhasil menyelesaikan 2 buah karya. I-Tsing menceritakan kisah perjalanannya selama 6 bulan di pusat kedatuan Sriwijaya. Menurut kisahnya ibukota kerajaan yang sangat besar itu (Sriwijaya) dikelilingi oleh benteng-benteng batu. Di pusat kerajaan itu didiami lebih dari 2000 orang Biksu yang datang dan berbagi penjuru negeri. Selanjutnya I-Tsing menjelaskan pada bulan ke 8, bayangan tongkal dicakrawala tidak lebih panjang atau lebih pendek, pada tengah hari orang berdiri tanpa bayangan. Pernyataan I-Tsing diatas sangat cocok dengan posisi candi Muara takus yang sampai sekarang tetap berada di garis Katulistiwa. Sebetulnya kalau kita mau jujur, catatan dalam tulisan I-Tsing inilah sebagai bukti nyata bahwa pusat kerajaan Sriwijaya yang sangat terkenal itu memang berada di Muara Takus Kabupaten Kampar Riau. Bukan di Palembang, Jambi atau daerah/negara lainnya. Karena tempat lain yang diklaim sebagai pusat pemerintahan Sriwijaya tidak ada yang berada di garis katulistiwa.

12. Chia-Tan
Menurut Chia-Tan di sebelah utara selat Malaka terdapat kerajaan Loyouch yaitu Langka Suka dan di sebelah selatan Malaka terdapat kerajaan Shih-Li-Fo-Shc yang diperkirakan itu adalah Kedatuan Sriwijaya. karena ibukota Sriwijaya, Muara Takus memang berada di bagian selatan selat Malaka.

13. Abu laid dan Abu Fida
Keduanya berpendapat hahwa Sriwijaya terletak di Muara suatu sungai. Yang dimaksud sungai besar itu adalah sungai Kampar Kanan. Menurut Abu Zaid dan Ahu Fida 12 abad yang lalu muara sungai Kampar Kanan terletak jauh kebarat dari pada tempatnya sekarang. Dan sampai sekarang sungai Kampar Kanan ramai berhubungan dengan pelabuhan Singapura (Tumasik) sebagai jalur lalu lintas transportasi air dan jalur perdagangan.


Runtuhnya Candi Muara Takus

Setelah mengalami masa jaya selama berabad-abad, menurut para ahli berkuasa mulai abad VII sampai dengan abad XII, pada abad XII inilah mulai runtuhnya kerajaan yang terkenal tersebut. Diantara faktor-faktor penyebahnya adalah disaat saat kerajaan mulai lemah, daerah yang dulunya satu persatu ditaklukkan lama kelamaan satu persatu melepaskan diri. Disamping itu adanya invasi atau pencaplokan kerajaan kuat disekitarnya. Serta munculnya perang saudara antara kerajaan kecil yang akhirnya satu persatu daerah yang dulunya di bawah kekuasaan Sriwijaya satu persatu ditaklukkan oleh kerajaan di Jawa. Lama kelamaan muncullah kerajaan besar yang berpusat di Jawa bernama Majapahit, dengan patihnya bernama Gajah Mada bertekad kembali mempersatukan wilayah Nusantara yang dulunya berada dibawah kekuasaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra. Yang terakhir pusat perdagangan dan perekonomian dipusatkan di Palembang kerena disebabkan beberapa hal diantaranya semakin dangkal dan menyempitnya jalur pelayaran menuju Muara Takus.
Nasib yang sama juga dialami kerajaan Majapahit setelah mengalami masa kejayaan, akhirya kerajaan ini pecah menjadi beberapa kerajaan kecil, yang tersebar di seluruh nusantara.Setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya di Sumatra muncul Melayu dengan ciri khas pemerintahannya berbentuk islam seperti Kerajaan Perlak (Aceh), kerajaan Pagaruyung Minang Kabau, Kerajan Melayu IIi ki, Melayu Pelembang, Kerajaan Melayu Riau Siak, kerajaan Melayu Bintan Melayu Kamir dan kerajaan-kerajan kecil lainnya. Khusus daerah Kampar setelah masuknya Islam kedaerah ini pemerintahan banyak dipengaruhi oleh sistem pemerintahan model Minang Kabau (sistem nagari/kenegerian) yang dipimpin oleh Datuk-datuk atau Ninik-Mamak. Dacrili Kampar pemerintahan pada waktu itu dikenal dengan sebutan “Andiko 44” yang termasuk kedalam wilayah Pemerintahan Andiko 44 adalah sebagai berikut:
- 13 Koto Kampar.
- 8 Koto Setingkai (Kampar Kiri)
- Daerah Limo Koto (Kuok, Bangkinang, Salo, Airtiris dan Rumbio)
- 10 Koto di Tapung(Tapung Kiri 7 dan Tapung Kanan 3)
- 3 Koto Sibalimbiong (Siabu)
- Rokan 4 Koto
- Pintu Rayo

Setelah mengalami perjalanan waktu cukup panjang sejak masa pemerintahan Sriwijaya, sampai pada waktu masuknya pengaruh Islam telah terjadi perubahan melalui proses asimilasi dan akulturasi. Perubahan terjadi mengikuti perkembangan jaman dan pengaruh pada adat istiadat, budaya, pemerintahan dan agama.

Bukti Sejarah
BEBERAPA BUKTI SEJARAH DAERAH KAMPAR DULUNYA SEBAGAI JALUR LALU LINTAS PERDAGANGAN/PEREKONOMIAN ANTAR BANGSA

Seperti dijelaskan pada bagian awal bahwa kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Muara Takus merupakan sebuah negara besar (negara maritim yang terkenal di dunia). Sebagai pusat perdagangan, pendidikan dan keagamaan sudah tentu kerajaan ini dikunjungi oleh kapal/perahu-perahu asing. Setelah berabad-abad lamanya, akhirnya jalur lalu lintas perdagangan lama kelamaan menyempit sehingga lama-kelamaan sungai tersebut menjadi dangkal. Kalau dahulu kala alur sungai ini dapat dilalui oleh kapal dan perahu besar sampai ke Muara Takus. Sekarang tidaklah seperti dahulu lagi karena disebabkan proses pendangkalan tersebut (akihat erosi dan perubahan alur/arus sungai) Bukti ini sengaja penulis kemukakan untuk mencegah keraguan dan sanggahan orang yang membantah atau tidak setuju Muara Takus sebagai pusat kerajaan Sriwijaya, dengan alasan Muara Takus tidak mungkin menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya karena Srijaya adalah negara maritim, sementara Muara Takus jauh berada di lahan terpencil yang sulit dijangkau oleh sarana hubungan seperti kapal atau perahu besar.
Untuk membuktikan bahwa dahulu kala daerah kita sebagai daerah pelayaran adalah sebagai berikut:

- Perjalanan yang dilakukan I-Tsing tahun 671 M dengan dengan menggunakan kapal dari Ciria melalui selat Malaka seterusnya singgah di Muara Takus dan belajar Agama Budha disana. Perjalanan I Tsing itu menunjukkan bahwa disini dahulu merupakan daerah perairan yang dapat dilalui oleh kapal. Kalau tidak tak mungkin I-Tsing sampai ke Muara Takus melalui selat Malaka.

- Perjalanan melalui kapal/perahu yang dilakukan oleh para pedagang, pelajar, Biksu yang datang menuntut ilmu ke Sriwijaya (Muara Takus) mereka datang dari daerah India, Tiongkok, Thailand, Birma, Hanoi, Tibet, Malaysia, Australia dan negara lainnya ini jelas perjalanan mereka menggunakan sarana transportasi air (kapal laut) dari negara masing-masing sampai ke Muara Takus.

- Cerita/kisah yang diceritakan dalam buku Silalatus Salatin karangan Tun Sri lanang tahun 1614 M yang menyatakan kerajaan Malaka pernah pernah diperintah oleh raja yang bernama Sultan Mansur Syah untuk menyerang kerajaan Kampar. Raja Malaka memerintahkan Srinavadiraja membawa pasukan angkatan perang untuk menyerang Kampar. Karena kerajaan Kampar tidak mau menyembah ke Malaka, Kerajaan Kamnpar pada waktu itu dipimpin oleh Maharajajaya, berarti pada masa itu angkatan perang Malaka menggunakan kapal laut melalui selat Malaka yang selanjutnya menyusuri sungai Kampar sampai ke Pekan tua Kampar.

- Kisah dalam buku sejarah Melayu Silalatus Silatin (1614 M) yang ditulis kembali oleh A. Samad Ahmad 1997 hal 283 menyebutkan bahwa setelah Sultan Malaka kalah oleh Portugis Ia pindah ke Bintan, setelah dari Bintan beliau pindah ke Kampar dengan membawa pembesar istana , keluarga dan prajuritnya. Dalam buku itu disebutkan “Bagindapun turunlah ke kenaikan perscmhah hatin cedag, dendang bersayap panjang 14, kekayuhan jurung panjang lO. penanggahan telentam panjang 12, Maka sagala han orang turunlah dengan segala anak isterinya masing-masing pada perahunya,” (13). Dan kutipan buku kuno tersebut A_1_i kita ketahui kedatangan Sultan Mahmudsyah jelas menggunakan prahu besar melalui alur perjalanan laut sampai ke Ki rIr. Dan cerita dijelaskan bahwa salupal pada pemerintahan kerajaan Kampar. jalur hubungan laut dan selat Malaka masih lancar sampai ke daerah Kampar. Sultan Mahmud Syah pindah secara besar-besaran ke Kampar terjadi pada tahun 1526 M.

- Dalam temuan beberapa tahun yang lalu ( 1985) penulis secara tidak sengaja pernah menjumpai sebuah kompas kuno peninggalan dinasti Cina beberapa abad yang lalu masih tersimpan dengan haik dirumah seorang warga Kouk Kec. Bangkinang Barat. Menurut beberapa sumber yang pernah penulis baca Kompas Tiongkok Kuno adalah jenis kompas tertua di dunia Kompas tersebut digunakan oleh pelaut Cina untuk pedoman dalam pelayaran mengelilingi dunia. Menurut Koran Kompas (1985) yang mengutip sejarah pelayaran dunia menjelaskan bahwa bangsa pelaut penjelajah dunia pertama kali bukanlah orang Eropa seperti Portugis, Spanyol ataupun Inggris. Tapi adalah bangsa Asia atau Mesir dan Cina.

- Kompas kuno dibuat pada masa pemerintahan suatu dinasti Cina tersebut terbuat dari bambu atau kayu keras yang bisa bertahan lama. Bagian dalamnya diisi dengan air dan ditutup kaca. Diatas air terdapat sebuah jarum tipis mirip jarum jam yang terbuat dari magnet dan dibagian atas sekelilingnya terdapat tulisan cina kuno. Temuan bukti sejarah ini menunjukkan bahwa dahulu daerah kita adalah jalur pelayaran Internasional yang banyak disinggahi oleh kapal-kapal asing.

- Disamping ditemukan kompas kuno di daerah kita, juga ditemukan dayung raksasa atau dayung perahu tongkat masa lalu. Ukuran panjang dayung 6 meter, dengan lebar 30-40 cm. Besar tangkai dayung kira-kira sebesar paha manusia (salah satu dayung ini bisa kita lihat di Museum Kendil Kemilau Mas di Kuok. Dayung seperti ini pernah dijumpai juga di Bangkinang dan Air Tiris. Jenis dayung raksasa yang dijumpai tersebut merupakan dayung perahu kuno atau tongkai yang merupakan alat bantu transportasi pada waktu itu.

- Cerita orang tua dulu yang menyatakan bahwa pada jaman dahulu kala daerah kita ini (Lima Koto) dan sekitarnya masih digenangi air atau berupa selat. Daerah Lima Koto, Kuok, Bangkinang, Air Tiris, Rumbio) dan sekitarnya. 1’iLmian uno tersebut A_1_i kita ketahui kedatangan Sultan Mahmud Syah jelas menggunakan perahu besar melalui jalur perjalanan laut sampai ke Kampar. Dari cerita dijelaskan bahwa salupal pada pemerintahan kerajaan Kampar jalur hubungan laut dari selat Malaka masih lancar sampai ke daerah Kampar. Sultan Mahmud Syah pindah secara besar-besaran ke Kampar terjadi pada tahun 1526 M.

Pemugaran
Pemugaran gugusan Candi Muara Takus sudah dimulai sejak tahun 1977, namun karena keterbatasan dana seluruh kegiatannya belum dapat terselesaikan hingga sekarang.agar terdapat keselarasan antara penyelesaian waduk Koto Pnjanh dengan pemugaran, maka dalam waktu yang bersamaan di tahun 1997 seluruh kegiatan perbaikan bangunan kuno situs dapat pula diselesaikan, termasuk Konservasinya.
Adapun target jangka pendek yang hendak dicapai adalah sebagai berikut pada tabel di bawah ini
No Obyek Volume
1 Candi Tua 507 meter persegi
2 Candi Bungsu 182 meter persegi
3 Candi Palangka 36 meter persegi
4 Candi Mahligai 160 meter persegi
5 Bangunan III 50 meter persegi
6 Pagar keliling 768 meter persegi

Selain itu akan dilakukan pula penataan halaman candi seluas 5.625 meter persegi. Pemeliharaan tanggul kuno, terutama didaerah jalan masuk menuju ke gugusan candi sepanjang 600m. Studi perancangan situs dan penataannya ( Zoning ). Pada tahun anggaran 1997/1998 dana yang disediakan akan digunakan bagi persiapan teknis peresmian purna pugar kompleks candi Muara Takus.
Untuk target jangka panjang, pemerintah daerah Tingkat II Kabupaten Kampar diharapkan dapat melakukan penataan situs berikut pertamanannya sebagai bagian dari langkah-langkah pengelolaan situs menjadi objek wisata budaya. Serta melakukan pemeliharaannya secara keseluruhan

Masalah Pelestarian dan Penutup

Sebagai akibat dari naiknya permukaan air sungai Kampar kanan, sebagian dari wilayah situs Muara Takus diperkirakan akan tergenag air. Walaupun menurut keterangan pihak proyek PLTA Kota Panjang keadaan ini kecil kemungkinan terjadi karena ketinggian airwaduk diperkirakan tidak akan lebih dari 8300m dpl.
Namun demikian untuk mengantisipasi keadaan yang paling buruk suatu konsep pemanfaatan situs perlu dibuat. Konsep yang memberikan dan memudahkan bagi pengembang rekreasi, edukasi, dan penelitian dan kelestarian semua bentuk peninggalan purbakala yang ada.

Berdasarkan keterangan para ahli sejarah dan ahli purbakala serta beberapa bukti peninggalannya. Dapatlah disimpulkan bahwa Muara Takus adalah pusat kerajaan Sriwijaya.

- Candi Muara Takus merupakan sebuah peninggalan sejarah yang sangat berharga dan merupakan karya nenek moyang kita yang sangat tinggi nilainya dan wajib kita lestarikan.
- Candi Muara Takus sebagai pusat kerajaan Sriwijaya adalah sebagai pusat penyiar agama Budha, pusat perdagangan dan pusat pendidikan.
- Candi Muara Takus sehagal pusat kerajaan Sriwijaya telah memberikan andil yang sangat besar dalam usaha mempersatukan wilayah nusantara.
- Alur sungai Kampar melalui dan selat Malaka sampai ke Muara Takus dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan internasional yang selalu dilalui disinggahi oleh kapal dan perahu dari berbagai negara di dunia.


Daftar Pustaka
1. Siagian Renvil. CANDI SEBAGAI WARISAN SENI DAN BUDAYA INDONESIA. 2002 Yayasan Cempaka Nusantara. Yogyakarta
2. http://www.bpi-kampar.go.id - Badan Promosi dan Investasi Kabupaten Kampar
3. Buletin Arkeologi Sumatera no 2 tahun 2002




Oleh : Hadmadi Agung Suryono

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger